Jumat, 06 April 2012
Demokrasi yang didengarkan
Demonstrasi yang Didengarkan Selasa, 27 Maret 2012 - 10:59 wib M Budi Santosa - Okezone enlarge this image DEMOKRASI mengajarkan siapapun untuk menghargai perbedaan pendapat. Semua pihak pun diberikan kesempatan untuk menyampaikan aspirasi dan berbagai pandangan yang berbeda. Demikian juga dengan kebijakan pemerintah,di mana rakyat sebagai pemegang suara bisa memberikan kritik bahkan penolakan atas kebijakan yangdinilai tidak tepat. Sudah sebulan terakhir ini, hiruk pikuk rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) makin kencang. Ada yang setuju, ada pula yang tidak setuju. Ada yang memilih mengantisipasi dengan menimbun BBM, ada pula yangmemilih turun ke jalan untuk menyampaikan aspira penolakan. Menurut rencana, BBM subsidi akan dinaikkan per 1 April 2012. Akan tetapi, keputusan finalnya masih menunggu hasil sidang paripurna di DPR. Partai-partai koalisi yang tergabung dalam setgab terlihat tidak solid. Buktinya, PKS menyatakan menolak kenaikan harga BBM. Posisi PKSsejalan dengan partai oposisi yakni PDIP, Hanura, dan Gerindra. Sementara itu elemen pemudadan mahasiswa mengekspresikan penolakannya dengan turun ke jalan. Pengerahan massa besar-besaran akan mengepung ibu kota dengan tiga titik utama: Gedung DPR-Bundaran Hotel Indonesia-Istana Negara. Sikap pemerintah pun jelas. Ada atau tidak ada penolakan, BBM akan naik. Ada atau tidak ada demonstrasi, BBM akan naik. Demikian juga sikap di parlemen. Ada atau tidak ada partai yang menolak, BBM akan naik. Intinya pemerintah bergeming dengan usulannya, meski masih ada hal yang pantas untuk disimak dan didiskusikan lebih jauh. Kini elemen pemuda dan mahasiswa memilih turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasinya. Pesan dari Presiden jelas, silahkan berdemonstrasi namun tidak anarkistis. Sekadar sampai disitu, tanpa diikuti bahwa aspirasi yang disuarakan akan dijadikan bahan pertimbangan. Jadi atas nama demokrasi, aksi jalanan diperbolehkan asal tidak anarkis, namun soal diterima atau tidak itu urusan lain. Bahkan ada kesan, silahkan demonstrasi, tapi BBM tetap dinaikkan. Disinilah sebenarnya ada pola komunikasi yang tidak seimbang. Mestinya ada aspek timbal balik. Pemerintah perlu juga "merenungkan" terlebih dahulu aspirasi yang berkembang. Kemudian pemuda dan mahasiswa pun perlu juga "merenungkan" argumen dari pemerintah dan bila perlu harus menerima jikapilihan itu yang paling baik untuk masyarakat. Akan tetapi sekarang ini, pola komunikasi yang terjalin adalah one way. Pemerintah seakan sudah mematok bahwa BBM harus naik. Tak ayal, suara demonstran hanya akan sampai di panggung saja,karena pemerintah sudah tutup telinga. (mbs)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar