Sabtu, 25 Februari 2012
Trima aq pa adanya
“Terima Aku Apa Adanya” – Yakin Nih? Sering kita lihat di film-film atau sinetron, kalimat klasik ini: “Aku cinta sama kamu, tapi terima aku apa adanya.” Di era 80’an, kalimat ini dengan mudah mampu membuat jutaan perempuanIndonesia lemas tak bertulang. Apalagi kalau yang ngomong cowok ganteng berambut besar belah tengah dengan kumis tipis salah tingkah. Tapi di era millennium yang sudah satu dekade lebih berjalan ini, apakah jargon ‘menerima apa adanya’ ini masih bisa dikategorikan sebagai hal yang harusnya membuat perempuan termehek-mehek? To the point aja ya (masih dalam hawa 80’an)… Banyaknya kasus domestic violence atau kekerasan dalam rumah tangga bisa jadi satu hal yang harus dipertimbangkan sebelum menjawab ‘ya’ saat ada seorang lelaki yang minta Anda menerima dia ‘apa adanya’. Kenapa? Karena sebelum Anda bersamanya 24 jam sehari, Anda takkan pernah tahu siapa dia sebenarnya. “Gue udah memahami dia luar-dalam, kok. Dia tau jelek-jeleknya gue, dan gue tau jelek-jeleknya dia.” Sering nggak denger teman Anda… atau Anda sendiri ngomong kayak gini? Hayo, sekarang coba evaluasilagi. Bener gak kita kenal pasangan kita sejauh yang kita gambarkan ke orang-orang? Beberapa di antara Anda mungkin sudah hidup dizaman modern saat seks bukan lagi hal yang perlu dikeramatkan, dan menurut saya, itu pilihan masing-masing. Tapi sialnya, sudah tidur bersama pun bukan berarti Anda mengenalnya “luar dalam”, lho. Anda mungkin tahu tato-tato tersembunyi atau lekuk-lekuk yang orang lain tidak tahu tempatnya, tapi perkara apa dia suka ‘main tangan’ dalam arti ‘memukul’, jelas masih jauh sekali. Sampai menikah 50 tahun pun pasti ada hal-hal tertentu yang mungkin kita tahu tapi tak sepenuhnya bisa memahami dari pasangan kita. Belum lagi kasus ‘pacar matre’ yang luar biasa klasik. Jangan salah, perempuan sering dituduh sebagai biangdari segala hal yang berhubungan dengan sifat materialistis, tapi lelaki bisa lebih parah. Awalnya kecil, minta uang parkir. Lama-lama pinjem uang bensin. Tanpa disadari, tiga bulan uang kosnya berasal dari tabungan Anda. Mulai mau kan, berpikir sebelum terburu-buru bilang ‘ya’ dan menerima dia ‘apa adanya’? Lalu timbul pertanyaan: lah kalau semuanya dipikir, lalu yang seperti apa yang harus diterima apa adanya? Jawabannya mungkin nggak memuaskan, tapi menurut saya sih amat sedikit orang yang ‘apa adanya’ saat jatuh cinta. Bahkan lelaki paling cuek pun mendadak ingat mandi dengan sabun wangi dan menyisir rambut saat sedang jatuh cinta. It’s in our biology, darlings. Ini semua kehendak alam (bukan adiknya Vety Vera). Sekarang coba nonton dokumenter soal binatang di Animal Planet atau National Geographic. Perhatikan bahwa burung merak memamerkan ekornya yang indah saat ingin memikat pasangannya. Babon berbokong merah pun tak semata demi memberi warna di bulu abu-abunya, tapi ada alasannya: untuk menarik perhatian lawan jenisnya. It all screams sex, in the animal kingdom. Lalu apa hubungannya dengan kata-kata “apa adanya” ini? Dalam memulai sebuah hubungan cinta, ada satu kata yang selalu muncul tapi tak pernah disadari. Ekspektasi. Ini nggak cuma terjadi di dalam diri kita aja, dari calon pasangan juga. Nah, seperti saya bilang tadi,secara naluriah kita merespon ekspektasi ini dengan ingin tampil lebih baik dan ingin kelihatan lebihmenarik dari biasanya saat kita ingin memikat calon pasangan. And it’s OKAY. Nggak perlu deh bersembunyi di balik ‘terima aku apa adanya’ jika kita sebenarnya melakukan sedikit ‘effort’ atau usaha untuk membuat pasangan kita bahagia. Bukankah memang normalnya begitu? Kalau kalimat ini ditujukan agar perempuan tak menuntut terlalu banyak darisi lelaki, tunggu sebentar… bukankah di dalam sebuah hubungan cinta, memberi dan menerima itu wajar adanya? Saya selalu percaya satu hal: memberilah tanpa lelah, menerimalah sewajarnya. Lalu, kalau meminta bagaimana? Ya boleh-boleh aja, asal sewajarnya. Wajar bukan kalau perempuan ingin pasangannya tampil rapi? Wajar bukan kalau lelaki ingin pasangannya punya tabungan dan nggak foya-foya aja? Dan wajar bukan jika pasangan saling ingin diperhatikan? Yang nggak wajar adalah ketika keinginan-keinginan ini jadi sumber drama. But that’s about it. Coba kita lihat lagi deh, benar kan bahwa kita pasti punya ekspektasi? Harapan? Keinginan? Apakah salah? Tentu tidak. Yang salah adalah: jika Anda belum bisa berdamai dengan diri sendirisoal pemenuhan ekspektasi ini, tapi sudah melangkah ke sebuah hubungan cinta. Gampangnya: kalo nggak siap ‘lebih’, jangan ‘maju’. Karena kasihan pasangan Anda nantinya yang harus menahan diri dan tidak bahagia demi memenuhi ultimatum mini Anda di awalhubungan yang berbunyi: “Terima aku apa adanya.” Sudah bisa melihat dari sisi ini? Coba, masa baru mau memulai hubungan cinta udah dikasih ultimatum. Kalau cuma lip service sih mungkin nggak masalah. Tapi kalau beneran? Ibarat baru mau makan enak udah dipasangin berangus. Yakin mau diterusin sama lelaki yang begini? Nggak nakut-nakutin sih. Cuma ngingetin aja biar mikir dulu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar