Sabtu, 25 Februari 2012
Si Judes
Si Judes Gelar ini kayaknya nempeeel banget di saya. Berani taruhan, dari 10 pembaca kolom “Cinta Miund”, minimal 7 di antara Anda pernah dikatain judes. Terus,minimal pernah ngambek juga karena merasa diri ini tidak judes, bahkan sedih karena biasanya baik-baik aja kok mendadak dikatain judes. Mungkin tulisan ini lebih baik saya persembahkan buat para lelaki di luar sana yang bertanya-tanya mengapa seorang perempuan bisa mengeluarkan kata-kata silet dengan raut wajah galak padahal biasanya manis. Jadi, perempuan itu pada dasarnya bukan mahluk yangkonfrontatif dan suka kekerasan. Biasanya kami berusaha diam, paling banter menangis jika ada sesuatu yang menyinggung perasaan kami. Kenapa? Sebagian besar perempuan dibesarkan dengan doktrin bahwa suatu saat nanti akanmenjadi seorang ibu yang harus membesarkan anaknya dan mengajarkan kasih sayang dengan lembut. Ini berjalan amat lancar dan mulus hingga masuknya era modern dimana para perempuan mulai menuntut persamaan hak dengan lelaki. Apa sih yang lelaki lakukan yang tak dapat kami lakukan juga? Tapi ada beberapa hal yang membuat perempuan harus menyesuaikan diri. Diantaranya saat mengemukakan amarah. Tak seperti Anda para lelaki, kami tak punya suara berat yang bisa berubah menjadi raungan menyeramkan saat kami emosi. Kalau kami teriak, kami akan menyakitkan telinga Anda, bahkan jadi bahan olok-olok Anda nantinya. Jadilah kami terbiasa memendam perasaan. Memendam rasa kesal, dan karena kami tak bisa meninju tembok seperti Anda para lelaki, energi negatif yang menumpuk ini lari ke wajah. Jika para lelaki ingin tahu apa yang kami, para perempuan, alami saat proses ‘penjudesan’ ini terjadi, berikut tahap-tahapnya. Tahap 1: Ulu hati nyeri seiring terpicunya rasa tersinggung atau marah. Tahap 2: Muncul bertumpuk kata-kata kotor bak kebun binatang di kepala, menanti untuk dicurahkan ke target. Tahap 3: Mulut mengatup kencang, berusaha menahan kata-kata kotor agar tak sampai terucap, karena “malu ah masa perempuan ngomong kotor”. Standar sosial yang sungguh sialan, tapi apa boleh buat. Tahap 4: Mata mulai memicing, seiring otak mengolah kata-kata kotor menjadi satu kalimat yang bisa diucapkan dengan halus namun nyelekit. Tahap 5: Masih diam seribu bahasa, menyusun kalimat yang efektif bisa langsung menusuk jantung si pembuatkesal.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar