Rabu, 14 Maret 2012
Kenaikan BBM TERLALU TINGGI
Ilustrasi (JIBI/Bisnis Indonesia/dok) SOLO –Sejumlah pengusaha Solo mengaku kaget dengan opsi terakhir kenaikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis premium jadi senilai Rp6.000/liter. Selama ini mereka menduga kenaikan BBM hanya berkisar Rp500-Rp750/liter. Adanya kenaikan harga BBM Rp1.500/liter diperkirakan akan berimbas pada kenaikan biaya produksi akhir sampai 5%. Humas Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Tengah, Lilik Setiawan, mengatakan kenaikan harga BBM setinggi itu sebenarnya tidak masalah,sepanjang pemerintah bisa mengimbangi denganperbaikan fasilitas. “Semula saya kira pemerintah akan ambil batas bawah, Rp500 atau naik dikit, tapi ternyata tidak. Terus terang, saya kaget,” ungkap Lilik, Rabu (29/2/2012). Dengan skema kenaikan Rp1.500/liter, dia menilai imbas terhadap kegiatan usaha cukup signifikan. Pasalnya, walaupun industri, khususnya tekstil,memakai solar industri, tetap membutuhkan BBM bersubsidi untuk transportasi. Kenaikan harga BBM sampai 33% akan menyebabkan kenaikan biaya produksi, yang diperkirakan Lilik, memicu kenaikan produk sekitar 5%. Kenaikan harga produk akhir inilah yang dikhawatirkan pengusaha berimbas pada anjloknya penjualan. Apalagi, kenaikan harga BBM biasanya membuat pasar lesu. “Ini yang kami khawatirkan. Penjualan sepi karena pasar lesu. Konsumen tidak mau beli, siapa yang menyerap produk kami,” katanya. Tanggapan senada diungkapkan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Solo, Hardono. Hardono menilai kenaikan harga Rp1.500/liter jelas akan berimbas pada kelangsungan industri. Namun, bagi pengusaha, kenaikan harga BBM lebih bisa diterima daripada BBM terus disubsidi dalam jumlah yang besar.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar